Bisnis Bunga Matahari Jadi Bunga Tabur Pemakaman
Di kampung Teronggosong, Sarman, seorang pengangguran yang terkenal karena hobinya yang tak biasa, tiba-tiba mendapat ide cemerlang untuk berbisnis. Setelah mencoba berbagai usaha yang berakhir dengan kegagalan, mulai dari jualan kopi sachet hingga menjadi tukang tambal ban dadakan, Sarman memutuskan untuk mencoba sesuatu yang belum pernah terpikirkan oleh orang lain: bisnis bunga matahari sebagai bunga tabur pemakaman. “Bunga matahari itu besar, jadi pasti lebih berkesan kalau dipakai buat tabur di makam,” ujarnya penuh semangat, tanpa mempertimbangkan betapa nyelenehnya idenya.
Sarman mulai merencanakan usahanya dengan serius. Setiap pagi, dia menanam bibit bunga matahari di ladang kecil di samping rumahnya. “Kalau ini sukses, kampung ini bakal punya kebun bunga matahari pertama di dunia yang khusus buat pemakaman,” ucapnya dengan penuh percaya diri. Tetangga yang kebetulan lewat hanya bisa mengernyitkan dahi, mencoba memahami logika bisnis Sarman. “Bunga matahari buat tabur di makam? Kenapa nggak bunga melati atau mawar aja, Man?” tanya Pak RT sambil terkekeh. Tapi Sarman tak terpengaruh, “Melati dan mawar udah biasa, Pak. Saya ini mau inovasi!”
Setelah berbulan-bulan merawat tanamannya, bunga matahari Sarman akhirnya mekar dengan indah. Tapi masalah mulai muncul saat Sarman mencoba menawarkan bunganya ke warga kampung. Ketika dia datang ke rumah duka dengan karung penuh bunga matahari, reaksi warga sungguh tak terduga. “Lho, Mas Sarman, ini buat apa? Buat tabur di makam?” tanya seorang ibu sambil menatap karung besar itu dengan bingung. “Iya, Bu! Bunga matahari ini simbol kebahagiaan, jadi biar pemakaman nggak terlalu sedih,” jawab Sarman dengan serius. Ibu itu hanya bisa tertawa kecil, “Mas Sarman, makam bukan tempat buat bercocok tanam, lho!”
Meski sering ditolak, Sarman tetap gigih. Suatu hari, dia berhasil meyakinkan keluarga duka untuk menggunakan bunganya. Dengan bangga, dia menebar bunga matahari di atas makam. Tapi alih-alih khidmat, suasana malah jadi lucu ketika bunga-bunga besar itu berguguran ke tanah. Beberapa orang bahkan tak bisa menahan tawa melihat makam yang biasanya dihiasi mawar putih kini penuh dengan kelopak besar berwarna kuning cerah. “Ini makam apa kebun bunga, Mas?” celetuk salah satu pelayat sambil tertawa. Sarman hanya tersenyum kecut, “Ya, namanya juga usaha…”
Setelah kejadian itu, Sarman mulai sadar bahwa idenya mungkin terlalu unik untuk diterima masyarakat. Namun, dia tetap bersikeras bahwa bunga mataharinya bisa membawa perubahan. “Mungkin sekarang orang belum terbiasa, tapi nanti, siapa tahu?” katanya dengan optimis. Dan meski bisnis bunga tabur Sarman tak pernah benar-benar meledak, dia tetap menjadi ikon kampung Teronggosong yang dikenal dengan ide-ide kreatifnya. Sarman kini lebih sering terlihat di ladangnya, merawat bunga matahari, bukan lagi untuk pemakaman, tapi untuk hiasan di rumah sendiri. “Setidaknya, rumah saya jadi cerah dan penuh warna,” ucapnya sambil tersenyum, tetap optimis meski bisnisnya tak berjalan sesuai rencana.
Bagikan berita ini: