Budi Prasetyo: Pengangguran yang Terjerat Diksi Apresiatif
Di sebuah gang sempit yang penuh dengan anak-anak bermain layangan, tinggallah seorang pria bernama Budi Prasetyo. Jangan salah, meskipun Budi tampak seperti pengangguran biasa yang sering ketiduran di teras rumah, dia adalah seorang maestro puisi yang terjebak dalam pusaran diksi yang luar biasa rumit. Budi bercita-cita menjadi seorang penulis, tapi bukan penulis biasa. Ia ingin menciptakan sebuah karya yang penuh dengan kata-kata mutiara yang kalau dibaca, orang akan tertawa sambil kebingungan, seperti halnya gaya bahasa ala Vicky Prasetyo.
Setiap pagi, Budi membuka hari dengan kalimat, “Hidup ini adalah sebentuk konspirasi metafora yang terstruktur dalam lanskap tak beraturan.” Orang-orang di sekitarnya hanya bisa terdiam, mencoba mencerna maksudnya yang semakin membingungkan. “Budi, kamu ngomong apa sih?” tanya tetangganya yang sudah hampir menyerah memahami. Tapi bagi Budi, kata-kata itu adalah ekspresi seni tingkat tinggi. “Ini adalah manifestasi logika yang bersifat romantika, penuh dengan intrik protagonis di dalam ruang yang antagonis,” jawab Budi sambil tersenyum penuh keyakinan.
Budi sangat percaya bahwa dunia membutuhkan penulis seperti dirinya, seseorang yang bisa mengubah kata-kata biasa menjadi petualangan linguistik yang membuat kepala pusing, tapi hati terhibur. “Seperti cinta yang bersemayam dalam palung emosi yang tak terungkapkan, begitu juga puisi saya,” katanya suatu hari sambil menatap langit, seolah mencari inspirasi dari awan-awan yang tak berdaya. Dia terus menulis kata-kata mutiara yang, meski terdengar rumit, sebenarnya bermakna sangat sederhana, atau malah tidak bermakna sama sekali.
Saat Budi mempresentasikan puisinya di depan teman-teman sekampung, mereka hanya bisa mengangguk-angguk sambil berpura-pura paham. “Bud, puisimu itu kaya Vicky Prasetyo banget, kita sampai gak tau ini puisi atau pidato buat acara pembukaan HUT Kemerdekaan RI ke 79 nanti.” seru seorang temannya sambil tertawa. Budi, tanpa merasa tersinggung, hanya tersenyum puas. Baginya, jika orang bingung, itu berarti puisinya sukses. “Dalam kebingungan, terdapatlah titik terang yang menciptakan relasi antara logika dan rasa,” katanya sambil melangkah penuh percaya diri.
Walaupun impiannya menjadi penulis terkenal belum terwujud, Budi tetap yakin bahwa jalannya sudah benar. Setiap hari, ia terus menggubah kata-kata yang penuh dengan makna ambigu dan seringkali tanpa makna sama sekali. “Di dalam setiap diksi yang tak terdefinisi, terdapatlah kesempatan untuk merenung,” katanya pada dirinya sendiri. Dan di gang kecil itu, Budi terus menjadi pengangguran yang paling jago berpuisi, sambil menunggu hari di mana karya-karyanya akan diakui dunia sebagai mahakarya yang penuh dengan kebingungan dan tawa.
Bagikan berita ini: