Dari Pengangguran Hingga Mimpi Jadi Calon Striker PSS Sleman
Di tengah kampung yang tenang, Poniman, seorang pengangguran paruh baya, tiba-tiba menjadi topik pembicaraan warga. Bukan karena menemukan harta karun atau ikut kuis televisi, tapi karena tekadnya yang bulat untuk menjadi pemain sepak bola profesional di PSS Sleman. Usianya yang sudah masuk kepala lima tidak menghalangi mimpinya. “Umur mah cuma angka, yang penting semangat!” ujar Poniman sambil mengenakan sepatu bola yang entah dari zaman kapan.
Setiap pagi dan sore, Poniman bisa ditemui sedang berlari keliling kampung. Dengan celana pendek yang sudah mulai lusuh kehitaman dan kaos kaki yang kadang beda warna kanan dan kiri, dia melahap jarak seperti seorang pelari maraton. “Ini buat jaga stamina, biar nanti kalau udah dipanggil PSS Sleman, nggak ngos-ngosan di lapangan, demi impian jadi striker PSS Sleman” katanya penuh keyakinan. Warga kampung yang biasa melihatnya, awalnya mengira Poniman sedang mencari kerja atau mungkin mencoba jadi kurir sepeda, tapi setelah tahu tujuannya, mereka hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa kecil.
Masalahnya, sebagai pengangguran, Poniman punya tantangan besar: gizi. Untuk jadi pemain bola, dia harus makan makanan bergizi. Tapi, kantong yang sering kosong membuatnya harus kreatif. “Yang penting proteinnya cukup,” ujarnya sambil mengoleskan kecap di atas tahu goreng yang diakuinya sebagai ‘steak kampung’. Istrinya, Bu Poniman, hanya bisa tersenyum pasrah melihat suaminya menikmati makan malam ‘bergizi’ itu. Kadang, Poniman juga menyelipkan beberapa biji kacang tanah yang dia sebut sebagai “vitamin alami.”
Tak hanya itu, Poniman juga sangat disiplin dengan rutinitasnya. Setiap pagi sebelum lari, dia melakukan pemanasan yang sering kali terlihat seperti tarian tradisional yang salah gerakan. “Ini biar otot-otot nggak tegang,” ujarnya sambil menarik napas dalam-dalam. Tetangga sebelah yang melihat dari jendela sering kali ikut tertawa, “Poniman lagi latihan nih, udah kayak senam pagi di TVRI!” Poniman tak peduli, baginya, setiap gerakan adalah langkah mendekatkan diri pada mimpinya.
Meski banyak yang meragukan, Poniman tak pernah surut semangat. Dia yakin, suatu hari, akan ada pemandu bakat yang melihat potensinya. “Mungkin sekarang mereka belum lihat, tapi nanti pasti ada yang nonton saya lari keliling kampung dan langsung kasih kontrak!” katanya dengan mata berbinar-binar. Warga yang tadinya hanya menertawakan, kini mulai mendukung dengan memberikan semangat tiap kali Poniman lewat depan rumah mereka. Dan meski mimpi Poniman untuk bergabung dengan PSS Sleman mungkin tak akan pernah tercapai, dia telah membuktikan bahwa semangat dan tekad bisa membuat seorang pengangguran menjadi inspirasi seluruh kampung.
Bagikan berita ini: